TOMOHON|ProNews.id– DUGAAN Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Tomohon pada tahun anggaran 2022, dengan
kerugian negara kurang lebih RP200 juta, segera dilaporkan di Kejati Sulut.
“Kami sementara menyiapan laporan untuk dibawa di Kejati Sulut,” kata Ketua Harian DPP LSM Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) R. Wenas, Rabu (21/6/2023) pagi.
Dari data yang dihimpun Pronews.id, dugaan Tipikor ini terjadi terjadi akibat manipulasi data pada pembayaran insentif tenaga kader KB, di mana pembayaran dilakukan kepada mereka yang tidak bekerja.
“Herannya, tidak bekerja namun dibayar berdasarkan data yang diduga kuat fiktif.
Ada sejumlah kader KB yang nanti mulai bekerja pada pertengahan tahun 2022, namun insentifnya dibayar sejak Januari 2022.
‘’Ini yang kami pertanyakan. Yang kami tahu, pembayarannya dilakukan berdasarkan absensi. Nah, kalau tidak bekerja, dari mana absen yang dijadikan acuan dalam melakukan pembayaran. Ini jelas-jelas sudah manipulasi karena kehadiran mereka fiktif,’’ ungkap sumber terpercaya media ini.
Sangat tepat jika masalah ini dibawa ke ranah hukum karena selain data fiktif, ini juga mengakibatkan kerugian negara.
‘’Data yang ada pada kami, kerugian negara yang ditimbulkan oleh manipulasi dengan menggunakan data fiktif ada kurang lebih dua ratus juta rupiah,’’ beber sumber media ini.
Terpisah Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Tomohon Mareyke Manengkey ketika dikonfirmasi mengatakan pihaknya sudah melakukan sesuai prosedur.
‘’Saya nanti masuk Bulan November tinggal melanjutkan. Tanya saja kepada pimpinan sebelumnya,’’ kata Manengkey.
Sementara pimpinan sebelumnya yakni dr Olga Karinda yang dihubungi terpisah mengatakan, ia sebagai pelaksana tugas dan hanya dua bulan memimpin dinas tersebut yakni hingga November 2022, tanyakan pada Kadis yang menjabat sekarang ini, cetusnya.
‘’Hingga saya diganti, belum ada pembayaran insentif. Jadi, tidak tahu-menahu karena sudah tidak ikuti kapan pembayaran,’’ imbuh dr Olga Karinda.
[**/arp]