JAKARTA- Anggota DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka (MDT), mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), khususnya Polda Sulawesi Utara, untuk mengusut tuntas kasus mafia tanah yang melibatkan nama Agus Abidin alias AGUS Elektrik.

Desakan ini disampaikan Politisi Partai Gerindra tersebut dalam rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Polri, Senin (11/11/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Martin mengungkapkan bahwa dirinya menerima sejumlah pesan WhatsApp dari masyarakat yang mengeluhkan adanya praktik mafia tanah di Sulawesi Utara.

Menurutnya, fenomena ini sangat meresahkan warga yang tanahnya terancam diserobot oleh oknum tertentu.

“Beberapa waktu terakhir, saya mendapatkan banyak sekali pesan WhatsApp yang masuk ke saya terkait mafia tanah di Sulawesi Utara yang meresahkan masyarakat,” kata Martin dalam rapat yang turut dihadiri Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke Harry Langie.

Politisi yang dikenal dekat dengan masyarakat Sulawesi Utara ini menambahkan bahwa meskipun banyak kasus mafia tanah di daerah tersebut, terdapat satu nama yang selalu muncul, yakni Agus Abidin.

“Dari sekian banyak kasus di Sulawesi Utara, ternyata ujung-ujungnya cuma satu orang, yaitu Agus Abidin. Saya tidak tahu siapa dia, namun dia terus terlibat dalam banyak kasus,” tambah Martin.

Martin menegaskan pentingnya Polri, khususnya Polda Sulut, untuk segera melakukan penyelidikan yang transparan dan menyeluruh terhadap Agus Abidin dan praktik mafia tanah yang merugikan banyak warga.

“Tolong tindak tegas kalau memang terbukti. Kasihan masyarakat yang sudah bertahun-tahun memegang sertifikat tanah, tapi tiba-tiba muncul sertifikat lain atas nama Agus Abidin dan mereka malah digusur,” ujarnya.

Martin berharap agar Polri segera memberikan keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban praktik mafia tanah ini.

“Tolong ini diusut dengan serius, agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan,” tegasnya.

Kasus mafia tanah yang terus mencuat ini menjadi perhatian publik, terutama di wilayah Sulawesi Utara, di mana banyak masyarakat yang mengeluhkan adanya penyalahgunaan sertifikat tanah dan hak milik mereka.

[**/ARP]