MANADO|ProNews.id– Kuasa hukum perkara dugaan penyerobotan lahan di Desa Watutumou III, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara (Munut), Dr Santrawan Totone Paparang SH MH M.Kn dan Hanafi Saleh SH, menegaskan, mafia tanah merupakan musuh bersama dan harus dilawan.

Keduanya menambahkan, mafia tanah tidak boleh diberi ruang untuk melakukan aksinya, karena merupakan bentuk nyata perampasan terhadap hak seseorang dalam memiliki harta benda yang dipertahankan selama bertahun-tahun.

Penegasan itu disampaikan Santrawan saat melakukan peninjauan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) milik Dolfie Maringka yang diserobot, Sabtu (05/08/2023) siang.

Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Samratulangi (Unsrat) Angkatan 1989 itu, negara melarang seseorang melakukan tindakan membabi buta pada lahan yang bukan miliknya.

“Mengutip dari penegasan Presiden Joko Widodo kepada Jaksa Agung dimana mafia-mafia tanah harus dilawan dan menjadi musuh bersama. Jadi semuanya jelas dan tidak ada yang direkayasa,” kata lulusan strata satu, magister ilmu hukum, magister kenotariatan dan program doktoral ilmu hukum lulusan terbaik dengan predikat cum laude.

Selain itu Santrawan mempertanyakan legal standing (kepemilikan hak-red) atas berdirinya papan pengumuman di atas lahan milik kliennya, meski diyakini tidak mempunyai bukti kepemilikan sebagaimana yang diputuskan oleh majelis hakim peradilan umum.

Herannya lagi, kliennya yang menguasai lahan tersebut kurang lebih 30 tahun tidak diberikan ruang atau kesempatan untuk menjelaskan, meski dirinya memiliki bukti kepemilikan dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Sangat tidak adil jika klien kami harus disingkirkan secara paksa, sementara klien kami mempunyai bukti fisik kepemilikan. Terkait perkara ini, tim kami dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum Dr Santrawan Paparang SH MH M.Kn & Hanafi Saleh SH, akan memback up kasusnya hingga ke pengadilan,” tandas San, panggilan akrab Santrawan.

Santrawan juga mengatakan kalau dirinya datang dari Jakarta ke Manado untuk menuntaskan perkara tersebut. San menegaskan perkara yang melibatkan petinggi Sulut itu, merupakan prioritas.

“Saya mendatangi datang langsung rumah Pak Dolfie, dan saya juga telah melakukan survei lahan yang menjadi masalah. Saya telah membuktikannya kalau apa yang disampaikan Pak Dolfie benar-benar terjadi,” ungkap San.

Sementara pemilik lahan, Dolfie Maringka membenarkan kalau dirinya telah mempercayakan dan menyerahkan perkaranya ditangani Santrawan Paparang dan Hanafi Saleh SH.

Selain itu Dolfie menyorot dan mempertanyakan tulisan di baliho, ‘Akan memproses hukum bagi siapa yang mencabut/merusak baliho, dimana menurutnya tidak ada dasar hukum yang membuktikan kalau lahannya itu telah dijual ke Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey atau putranya Rio Dondokambey.

“Dengan didirikannya baliho tersebut merupakan bukti penyerobotan yang menggunakan kekuasaan, merasa diri berkuasa hingga seenaknya mereka menindas rakyat,” ungkap Dolfie kepada wartawan.

Sedangkan terkait upaya damai, Dolfie menegaskan belum memikirnya. Menurut dia, soal perdamaian nanti akan diselesaikan di pengadilan, itu pun jika dirinya merespons.

“Tanaman saya dirusak. Singkong saya dua ratus pohon dirusak. Pisang-pisang yang saya pakai dan tetangga saya pakai untuk mengisi perut kita, dilibas oleh eskavator milik Olly Dondokambey,” tandas Dolfie.

[**/TAK]