TOMOHON– Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tomohon 2024 yang berlangsung pada Rabu (27/11) tercoreng oleh insiden yang memicu kontroversi besar.
Sebuah video yang memperlihatkan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) mengangkat simbol partai politik tertentu usai pemungutan suara menjadi viral di media sosial.
Video tersebut langsung memantik gelombang kritik dari masyarakat.
Dugaan ketidaknetralan penyelenggara pemilu semakin menguat setelah muncul pesan WhatsApp yang diduga berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tomohon, meminta semua jajaran penyelenggara untuk melakukan spam terhadap video viral tersebut.
Pesan tersebut berbunyi:
“Rekan-rekan, mohon kepada rekan-rekan teman terkait video viral KPPS di TPS Tomteng, semua diperintahkan KPU baik PPK, PPS, KPPS, dan sekretariat untuk bergerak kita spam berita yang ada baik di grup FB, di wall FB dll. PPS perintahkan ke KPPS, torang semua bergerak sekarang… bila kemudian video ini muncul lagi di medsos, terus laporkan sebagai SPAM begitu seterusnya. Torang jaga nama baik lembaga, jangan tercoreng dengan hal-hal yang demikian.”
Pesan ini mengundang polemik. Publik menduga bahwa tindakan tersebut adalah upaya untuk menutupi dugaan pelanggaran yang terjadi.
Beberapa pihak mempertanyakan profesionalisme dan netralitas KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu.
Sejumlah tokoh masyarakat Tomohon angkat bicara. Aktivis pemilu Josis Ngantung menilai, jika benar adanya instruksi tersebut, maka KPU telah melanggar prinsip dasar pemilu yang jujur dan adil.
“KPPS harus menjadi panutan dalam menjaga integritas dan netralitas. Instruksi seperti ini, jika benar, adalah bentuk pelanggaran serius terhadap demokrasi,” tegas Josis.
Pendapat serupa disampaikan Edy Rompas, yang menyoroti dampak tindakan tersebut terhadap kredibilitas penyelenggara pemilu.
“Pemilu harus berjalan jujur dan adil. Jika ada upaya untuk menyembunyikan fakta, itu adalah pelanggaran yang tidak bisa ditoleransi,” ujar Edy.
Hanny Meruntu dan Sonny Lapian menambahkan bahwa integritas penyelenggara adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik.
Mereka mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera turun tangan dan melakukan investigasi menyeluruh.
“Jika dugaan ini benar, maka harus ada langkah tegas untuk memulihkan kepercayaan masyarakat,” tegas Hanny.
Kasus ini menimbulkan desakan kuat dari masyarakat Tomohon agar penyelenggara pemilu bersikap transparan.
Bawaslu didesak untuk memeriksa kasus ini secara tuntas dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti bersalah.
“Pilkada adalah momen krusial untuk menentukan masa depan daerah. Jangan biarkan hal-hal seperti ini merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi,” kata Sonny.
Hingga saat ini, pihak KPU Tomohon belum memberikan pernyataan resmi terkait video viral maupun pesan WhatsApp yang beredar. Sementara itu, masyarakat terus memantau perkembangan kasus ini dengan penuh keprihatinan.
Insiden ini menjadi pengingat penting bahwa netralitas dan transparansi adalah fondasi utama dalam penyelenggaraan pemilu.
Jika tidak diselesaikan dengan baik, kasus seperti ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi.
[**/ARP]